Tidak hanya di Amerika Serikat maupun Prancis yang agresif mengembangkan moda tranpsortasi massal untuk jalan raya. Di Inggris pada periode akhir tahun 1830, dipelopori oleh Walter Hancock dan Sir Goldworthy Gurney juga merintis angkutan bus untuk wilayah kota London.
Waktu itu sudah dipakai kendaraan non tenaga hewan, sebuah kendaraan bermotor dengan mesin uap yang bisa melaju lebih cepat dan tidak menimbulkan dampak berupa kerusakan pada permukaan aspal jalan. Kecepatan lajunya sekitar 8 km/jam untuk wilayah perkotaan dan 16 km/jam jika melintasi daerah pinggiran kota ataupun pedesaan.
Dalam waktu yang hamper bersamaan, William Siemens dan Ernst Werner Siemens di Jerman juga mengembanagkan apa dikenal sebagai trolleybus. Tenaga yang dipakai lebih maju untuk ukuran masa itu karena memakai energi listrik yang dihasilkan dari sebuah mesin khusus.
Pabrikan asal Jerman ini pula yang bersama sebuah perusahaan Inggris bernama Milnes pada tahun 1902 pertama kalinya melansir bus double-decker pertama di dunia. Desain dasar bus tingkat ini pula yang jadi acuan dasar berbagai dasar desain bus serupa di dunia hingga kini.
Namun hal yang sangat ‘revolusioner’ adalah masa pasca Perang Dunia Kedua, nyata ikut membuat dinamika bus berubah. Tingginya biaya jalur khusus bus peranti pendukungnya membuat busa akhirnya melenggang di jalanan sebagaimana kendaraan pribadi. Sebagaimana yang bisa kita perhatikan di era ’50-an sampai kini.
Pabrikan dunia menjadi sangat beragam dengan sodoran desain yang khas termasuk desain industri karoserinya. Bahkan dalam satu dekade terakhir muncul tuntutan regulator di banyak negara untuk reduksi emisi gas buang dari bus yang beruperasi. Alhasil munculah berbagai desain bus yang spesifikasi sumber tenaganya hibrida, fuel cell, sampai listrik.