Nissan Motor Co, Ltd telah melakukan riset dalam hal ketertarikan konsumen terhadap mobil listrik Nissan di Asia Tenggara. Studi ini dibantu oleh Frost & Sullivan dengan tema ‘Future of Electric Vehicles in Southeast Asia’ yang dirilis kemarin (6/2) di Singapura dalam acara Nissan Futures.
Hasilnya, 37% pembeli prospektif siap mempertimbangkan pembelian mobil listrik sebagai kendaraan mereka yang berikutnya. Konsumen di Filipina, Thailand dan Indonesia menunjukkan ketertarikan tertinggi pada mobil listrik. Dengan insentif yang tepat, wilayah ini dapat mempercepat migrasi ke mobil listrik.
Akan tetapi faktor keamanan dan pengisian daya yang nyaman juga sebagai hal yang akan membuat bisa diterimanya kendaraan listrik oleh pelanggan negara-negara ASEAN. Sedangkan di penjuru Asia Tenggara, 2 dari 3 konsumen menekankan faktor keamanan sebagai motivasi terpenting dalam membeli mobil listrik.
Dalam hal ini pihak Nissan memastikan bahwa seluruh produk mobil listriknya sudah dites dengan berbagai kondisi sewjak pertama kali mereka membuat mobil listrik. “Kendaraan listrik Nissan telah melewati uji coba yang luar biasa di tengah kondisi ekstrim. Kami bangga untuk menyampaikan bahwa 300.000 pembeli kendaraan Nissan LEAF telah berkendara lebih dari 3,9 miliar kilometer di seluruh dunia sejak 2010, dan tidak pernah ada insiden kritis apapun menyangkut baterainya.” Kata Yutaka Sanada selaku Regional Senior Vice President Nissan Motor Co. Ltd dalam siaran resminya.
Faktor keduanya adalah kemudahan dalam melakukan pengisian ulang. Biaya menjadi faktor yang tidak terlalu signifikan, bahkan konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk memiliki kendaraan listrik, dibandingkan mobil konvensional yang setara.
Tetapi, hasil riset juga membuktikan bahwa harga yang lebih murah akan mendorong lebih banyak orang untuk mempertimbangkan kendaraan listrik. Tiga dari empat responden menyatakan siap bermigrasi ke mobil listrik jika pajaknya ditiadakan.
Insentif lain yang akan mendorong keputusan konsumen adalah pemasangan fasilitas isi ulang di apartemen (70%), jalur prioritas untuk kendaraan listrik (56%), dan parkir gratis (53%).
Menurut studi oleh Frost & Sullivan, jumlah kepemilikan mobil listrik di Asia Tenggara masih terbilang rendah. Meski demikian, konsumen ternyata cukup memahami perbedaan teknologinya, seperti Battery Electric Vehicles (BEVs), plug-in hybrids, serta kendaraan e-POWER dari Nissan.
Singapura, Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang paling mendalam pemahamannya tentang BEV. Kehadiran kendaraan full-hybrid yang signifikan di Malaysia dan Thailand turut memengaruhi pandangan mereka terhadap teknologi EV dengan hybrid.
“Angka penggunaan kendaraan listrik yang ada sekarang tidak seutuhnya mencerminkan permintaan yang ada di baliknya, yang nyatanya jauh lebih tinggi. Berlawanan dengan pandangan yang ada di masyarakat bahwa biaya EV yang tinggi menjadi penghambat, riset menunjukkan bahwa faktor keamanan dan pengisian ulang mendominasi benak konsumen. Jika industri dan pemerintah dapat menyingkirkan penghalang ini, kita akan meraih potensi yang maksimal,” terang Vivek Vaidya selaku Senior Vice President of Mobility Frost & Sullivan.